Trekking ke Kawah Ratu

Pada long weekend kedua di bulan Mei ini, masih dengan sisa euforia hiking ke Kawah Ijen, saya mencoba trekking ke Kawah Ratu. Kawah Ratu terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berada di Kabupaten Bogor. Kawah Ratu merupakah tempat yang terbentuk dari letusan dahsyat Gunung Salak pada tahun 1939, lokasinya di sisi barat lereng gunung Salak.

Mobil tour yang saya ikuti menjemput kami–saya berdua dengan sahabat saya–dari kota Tangerang pada pukul 04.30 pagi. Selama sekitar 2 jam berikutnya, minibus berkapasitas 12 orang penumpang ini menjemput para peserta dari 3 lokasi: 2 titik di Jakarta Selatan, dan 1 titik terakhir di kawasan Cibubur. Setelah semua peserta terangkut, perjalanan dimulai menuju Taman Nasional Gunung Halimun Salak pun dimulai.

Sekitar pukul setengah 7 pagi, kami berhenti sejenak untuk sarapan. Nasi uduk dan kue-kue tradisional menjadi pilihan kami untuk mengisi perut dan energi. Saya sudah menyeduh kopi dan menyimpannya dalam termos untuk menemani sarapan. Mata saya langsung melek, rasa kantuk yang sebelumnya begitu terasa karena kurang tidur dan harus bangun pagi buta lenyap tak bersisa.

Pada pukul delapan lebih sedikit, minibus yang kami tumpangi tiba di pintu gerbang Taman Nasional. Dari sana, kami perlu menempuh perjalanan menuju basecamp yang jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh, sayang karena jalanan rusak cukup parah maka kendaraan kami harus pelan-pelan menyusuri jalan yang sesekali curam dan berkelok. Sebelum pukul sembilan, akhirnya kami tiba di pintu masuk.

Sebelum memulai trekking, team leader memimpin doa bersama dan menjelaskan aturan selama trekking dilakukan. Aturannya sederhana, tidak membuang sampah dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor atau tidak sopan. Setelah pemanasan sebentar, kami pun memulai pendakian.

Jarak tempuh yang harus kami lalui dari basecamp menuju Kawah Ratu sekitar 4 hingga 5 kilometer sekali jalan, dan perkiraan waktu tempuh adalah 2 hingga 3 jam perjalanan. Saya sama sekali tidak memiliki gambaran tentang rute yang harus dilalui dan terrain yang mesti dilewati sepanjang perjalanan, saya hanya tahu bahwa sesekali kami akan melewati sungai kecil sehingga saya mengenakan sandal gunung alih-alih sepatu gunung, tidak lupa trekking pole untuk membantu berjalan dan menopang badan di medan yang sulit dilalui.

Dibandingkan dengan Kawah Ijen, rute pendakian menuju Kawah Ratu tidaklah curam dan tidak selalu menanjak naik–masih banyak bidang datar dan menurun sehingga saya tidak sampai kehabisan nafas dan tenaga selama perjalanan. Akan tetapi, terrain yang dilalui sangat beragam: mulai dari batu kali berlumut, tanah kering, tanah becek berlumpur, sungai kecil, bongkahan batang pohon yang roboh melintang, akar-akar pohon tua, semak-semak, dan bebatuan karang. Pada medan yang basah dan becek, apabila beruntung kami bisa melompat-lompat di atas batu, bongkahan kayu, atau akar pohon untuk menghindari lumpur, tapi tidak jarang kaki saya menginjak lumpur yang cukup dalam sehingga seluruh kaki saya terbenam.

Ada sekitar 4 pos yang kami lalui sebelum akhirnya kami mencapai Kawah Ratu. Setelah pos ketiga, aroma belerang mulai menguat dan kepulan asap mulai terlihat. Sekitar pukul setengah dua belas kami pun tiba di Kawah Ratu. Dibandingkan dengan medan yang kami lalui sepanjang perjalanan, puncak Kawah Ratu memiliki permukaan yang sangat kontras. Bagian ini dipenuhi dengan bebatuan berwarna kelabu dan di beberapa titik tampak kepulan asap yang berasal dari permukaan tanah. Batuan panas yang berada di bawah permukaan dangkal kawah meningkatkan suhu resapan air tanah sehingga menghasilkan uap air bertekanan tinggi. Yang unik, meskipun dikelilingi oleh kepulan asap dan aliran air panas/hangat di atas Kawah Ratu, air yang mengalir di sungai Kawah Ratu sangat dingin dan sejuk. Sebagian besar pengunjung Kawah Ratu berendam di sana sambil beristirahat.

Selama sekitar satu jam kami beristirahat di sana, sebelum memulai perjalanan kembali. Sekitar pukul setengah tiga kami sudah mencapai basecamp. Semangkuk mi instan rebus dan telur menjadi menu makan siang saya. Badan terasa lelah, sekujur kaki terasa kaku dan ngilu, pakaian saya kotor oleh lumpur tapi ada rasa puas karena saya sudah berhasil menempuh perjalanan hiking pada hari itu.

Sebelum memulai perjalanan pulang, kami mampir sebentar ke Curug ngumpet, mandi serta berganti pakaian. Sekitar pukul setengah lima, minibus meninggalkan lokasi. Langit mulai gelap, terdengar suara gemuruh menunjukkan bahwa hujan akan segera datang. Kabut pun mulai turun di atas pepohonan. Kami lumayan bersyukur bahwa selama pendakian, hari sangat cerah. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya menempuh jalur yang harus dilalui dalam cuaca hujan.

Sumber: https://halimunsalak.org/kawah-ratu/

***

Catatan:

  1. Mengingat medan yang harus dilalui untuk menuju Kawah Ratu banyak yang basah dan licin, disarankan untuk mengenakan alas kaki yang sesuai seperti sandal gunung atau sepatu gunung, bukan sepatu kets biasa atau sandal jepit.
  2. Untuk membantu berjalan dan menopang badan, sebaiknya membawa trekking pole.
  3. Bawa pakaian ganti karena hampir pasti pakaian yang digunakan akan kotor dan basah.
  4. Bila diperlukan, bawa bekal sendiri karena variasi makanan yang tersedia tidak terlalu banyak.

Got something to say?