Bajigur

Setiap hari, saya berangkat ke kantor naik Commuter Line dan turun di Stasiun Palmerah. Pada pagi hari, stasiun tampak sangat sibuk dan penuh dengan orang yang berlalu lalang. Begitu keluar dari kereta, ada yang langsung keluar gate stasiun untuk menyambung perjalanan naik busway atau taksi maupun ojek, tidak sedikit pula yang mampir dulu ke kedai/kafe ataupun convenience store untuk membeli sarapan.

Makanan yang dijual di toko di dalam stasiun kebanyakan adalah roti-rotian, pastries, dan kopi. Kalau di luar stasiun, tepatnya di bawah tangga penyeberangan di atas trotoar maupun di tikungan menuju arah senayan, makanan yang ditawarkan jauh lebih bervariasi. Berbagai menu sarapan bisa ditemukan di sana. Bubur ayam, lontong sayur, dimsum, bubur kacang hijau, buah-buahan, kue pukis, nasi uduk, dan lain sebagainya. Di antara semua makanan yang dijajakan, belakangan ini yang jadi langganan adalah dagangan kang bajigur.

Gerobaknya kecil kalau dibandingkan dengan gerobak tukang bubur ayam atau lontong sayur, tapi isinya sarat dan banyak jenisnya. Dulu saya sama sekali tidak pernah memperhatikan tulisan “BAJIGUR” yang terpasang di kaca gerobak dorong, saya cuma mengira kalau si bapak cuma menjual makanan rebus-rebusan dan kukus-kukusan. Berbagai jenis pisang kukus, jagung rebus, ubi rebus, singkong rebus, kacang rebus, dan nagasari ada semua terpampang penuh di atas gerobak. Saya tidak sadar kalau di balik tumpukan rebus-rebusan itu ternyata ada panci berisi bajigur.

Saya baru sadar kalau si bapak berjualan bajigur ketika suatu hari ada orang yang memesannya. Lho, ternyata ada bajigur juga toh di sini? Seorang kawan saya yang pernah lama tinggal dan kuliah di Bandung menjelaskan kalau beginilah ciri khas penjual bajigur. Selain berjualan bajigur, juga ada berbagai menu rebus-rebusan yang bisa dipilih untuk mengganjal perut. Biasanya dulu tukang bajigur berjualan di malam hari. Saya manggut-manggut mendengarkan penjelasannya.

Sepertinya konsep dagangan penjual bajigur ini kolak dalam wujud yang deconstructed deh. Kolak kan isinya pisang, singkong, ubi, lalu kuahnya terbuat dari santan, pandan, jahe dan gula merah. Nah, kalau dagangan kang bajigur isinya juga sama cuma masih belum dicampur sehingga pembeli bisa memilih dan meracik sendiri isi dari kolak sesuai selera. Mau pisang kepok, pisang raja, pisang tanduk, singkong, atau ubi, atau semuanya? Lalu untuk kuahnya pakai bajigur, jadi deh kolak racikan sendiri. Kalau dipikir-pikir, dagangan kang bajigur ini versatile sekali jadinya. Mau pilih makanan rebus-rebusannya saja bisa, mau yang mana bisa pilih sesuai selera, kalau mau bajigurnya saja boleh juga. Kalau mau semuanya? Ya itu tadi… jadi deh kolak.

Buat saya sendiri, saya paling sering membeli pisang kepok rebus, singkong, dan ubi kuning rebus. Rasanya enak sekali, manis dan mengenyangkan. Cocok sekali untuk sarapan maupun untuk kudapan pagi maupun sore. Oh iya, pernah coba bikin kopi bajigur belum? Kalau penasaran dan ingin mencobanya, cukup bikin kopi hitam (disarankan pakai kopi robusta yang rasanya cukup bold, pakai kopi instan nescafe juga bisa) dengan sedikit saja air, lalu tuangkan kuah bajigur, aduk sampai rata. Jadi deh kopi bajigur. Menurut saya rasanya enak dan legit sekali, apalagi dibandingkan dengan yang suka minum kopi pakai gula aren dan plant milk.

Got something to say?