Perihal Mengurus Visa Australia

Seperti yang pernah saya singgung sedikit di postingan ini, pada awal tahun 2018 ini saya sempat mencoba mengajukan visa ke Australia.

Dan ditolak.

Ditolak kala itu rasanya sungguh menohok. Yang saya rasakan campur aduk antara sedih, marah, dan kecewa. Gondok luar biasa karena merasa dizolimi. Padahal kan aku pernah tinggal di sana? Kenapa ditolak? Sungguh keterlaluan.

Hih, kamu sombong! Aku ra butuh kowe Ostrali! Kira-kira itu yang saya rasakan selama beberapa waktu sejak dikirimi surat penolakan.

Eh, tapi ternyata gondoknya tidak berlangsung terlalu lama kok. Sekitar pertengahan Juli saya mencoba lagi dan kali ini disetujui. Rasanya lega sekali.

Apa yang berbeda dari pengajuan visa kala itu dan kali ini?

Pada pengajuan visa di bulan Januari, saya menggunakan jasa travel karena males ribet. Saya cukup ngobrol-ngobrol dengan agen tur lalu diberi daftar dokumen yang harus diunduh dan diisi (formulir pengajuan) maupun yang harus disediakan (cetakan rekening koran, surat referensi kerja, pas foto, dan sebagainya). Kurang dari seminggu saya sudah kembali ke kantor agen dan menyerahkan semua dokumen yang dibutuhkan berikut paspor asli. Tidak sampai seminggu saya sudah mendapat e-mail dari pihak imigrasi bahwa pengajuan visa saya ditolak.

Alasan penolakan kala itu adalah karena saya saya kurang piknik. Literally. Saya dinilai kurang banyak pergi ke luar negeri sehingga niat traveling ke Australia dianggap meragukan. Mungkin saya dianggap bakal mencari kerja di sana dan tidak kembali ke tanah air.

Sebenarnya alasan tersebut agak lucu, karena walaupun paspor baru saya masih kosong karena memang baru saja diperpanjang, saya juga menyertakan fotokopi paspor lama yang jelas-jelas berstempel imigrasi Australia. Mungkin petugasnya sedang malas memeriksa atau mengantuk saat memproses visa saya. Who knows.

Moving on.

Pada pengajuan berikutnya, saya nggak mau tanggung-tanggung. Saya lebay. Saya kasih semua dokumen yang saya anggap bakal membantu diloloskannya pengajuan visa saya. Secara umum, dokumen wajib dalam pengajuan visa adalah:

  • Pas foto
  • Paspor (lama maupun baru)
  • Id card selain paspor (KTP/SIM)
  • Travel history (halaman paspor yang distempel atau visa)
  • Bukti kemampuan finansial (cetakan rekening koran 3 bulan terakhir, statement limit kartu kredit

Selain dokumen-dokumen tersebut, saya juga menambahkan:

  • Bukti potong PPh
  • SPPT rumah
  • Sertifikat rumah
  • Surat referensi kerja
  • Surat undangan dari kerabat/teman yang tinggal di Australia.

Pengajuan visa terakhir saya lakukan sendiri secara online. Pemberitahuan persetujuan saya terima dalam waktu 10 hari.

Melalui forum traveling, saya menilai akhir-akhir Australia memang sedikit memperketat saringan mereka dalam memproses pengajuan visa. Para lajang di usia produktif sepertinya dinilai berisiko tinggi untuk tidak kembali ke negara asal, apalagi kalau pergi sendiri. Sementara itu, mereka yang traveling berkelompok atau bersama keluarga akan lebih tinggi kemungkinannya untuk disetujui.

Kesimpulan yang kira-kira bisa saya petik dalam pengalaman ini?

  • Tidak usah tanggung-tanggung dalam memberi data penunjang saat mengajukan visa. Semboyan less is more tidak cocok diterapkan dalam pengajuan visa.
  • Data yang diberikan sebaiknya dapat meyakinkan pihak imigrasi bahwa kita akan kembali ke negara asal dan tidak akan menghilang untuk mencari kerja secara ilegal atau semacamnya. Pekerjaan, keluarga, dan kepemilikan rumah adalah beberapa hal yang dapat menunjukkan ikatan kita dengan negara asal.
  • Perbanyak traveling, perbanyak stempel di paspor untuk meyakinkan bahwa kita memang doyan plesir.

One comment

Got something to say?