Yang Unik dari Jakarta

Ada yang bilang Jakarta, sang ibu kota, adalah tanah harapan, tempat dimana banyak kesempatan untuk berkarya. Mungkin ini sebabnya banyak orang memutuskan untuk datang mengadu nasib. Gemerlap kehidupannya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang untuk mencicipinya.

Tapi ada juga yang berpendapat kalau kejamnya ibu tiri itu tak sekejam ibu kota (or is it the other way around?).

Saya sendiri pertama kali menjejakkan kaki di Jakarta tahun 2007 silam, setelah diterima di sebuah perusahaan telco yang bertempat di kawasan Jakarta Selatan. Sebagai seorang gadis muda nan lugu yang belum pernah pergi jauh meninggalkan kampung halaman di Surabaya, Jakarta tampak bagaikan seorang (seekor? seonggok?) raksasa menyeramkan yang tidak segan-segan menghempaskan harapan manusia yang berani-berani menantangnya.

Kini, 10 tahun kemudian, saya kembali ke sini, walaupun sempat meninggalkannya selama beberapa waktu. Mungkin memang rejeki saya ada di Jakarta, meski dulu di masa sekolah atau kuliah tidak pernah membuat target ataupun kepikiran untuk bekerja di ibu kota.

Kali ini saya bukan mau bernostalgia mengenang perjumpaan saya dengan Jakarta maupun membahas suka dan duka selama tinggal di Jakarta. Saya mau ngobrol tentang hal-hal unik tentang Jakarta yang saya temui selama ini.

Kebiasaan menyingkat kata/frase. Mungkin kebiasaan ini nggak hanya dilakukan oleh orang-orang Jakarta, tapi sepertinya orang Jakarta punya andil cukup besar terhadap kebiasaan menyingkat kata dibandingkan orang-orang dari daerah lain.

Kata-kata yang dijadikan akronim cukup beragam, mulai dari nama makanan, nama mall/pusat perbelanjaan, hingga nama jalan.

Sebut saja menu-menu sarapan seperti buryam (bubur ayam), nasduk (nasi uduk), lonsay (lontong sayur) atau kudapan serupa ropang (roti panggang), pisbak (pisang bakar) dan piscok (pisang coklat). Lalu ada pula mal plangi (plaza semanggi), kuncit (kuningan city), kokas (kota kasablanka), sency (senayan city), pijay (slipi jaya), dan citos (cilandak town square). Jangan lupa jalan otista (Otto Iskandar Dinata), gatsu (Gatot Subroto) dan samrat (Sam Ratulangi).

Entah bagaimana dengan kuper (kurang pergaulan), caper (cari perhatian), baper (bawa perasaan), atau jablai (jarang dibelai). Apakah akronim tersebut dimulai dari Jakarta, karena sekarang mereka juga jamak digunakan di tempat lain.

Penyebutan lokasi yang tidak jelas. Saya merasa kalau untuk urusan navigasi, agak sulit untuk memahami orang Jakarta. Kalimat “nanti tunggu angkot di kolong aja,” “lurus aja sampai ketemu sekolahan,” “busnya nggak berhenti di kuningan bawah,” atau “ke bandara lewat atas saja” cukup sering terdengar.

Bayangkan kalau anda pendatang baru di Jakarta, pasti anda bingung menentukan kolong jembatan mana yang dimaksud? Ada berapa banyak sekolahan di kota ini? Mengapa ada atas dan bawah? Butuh waktu agak lama bagi saya untuk membiasakan diri dengan jurus navigasi ala Jakarta ini, yang cukup membutuhkan ilmu kira-kira. Lama-lama saya pun paham kalau atas maksudnya masuk tol/jembatan layang sedangkan bawah berarti lewat jalur biasa/non-tol.

Banyak tempat dinamai dengan nama tanaman/buah. Kalau ini ada banyak sekali contohnya. Sebut saja kemanggisan, kebon jeruk, pondok aren, pondok pinang, pondok labu, karet, duren sawit, tanjung duren, pedurenan, gandaria. Mungkinkah tempat-tempat ini dulu pernah menjadi ladang perkebunan/pertanian?

Berbagai makanan ada sepanjang waktu. Kalau di Surabaya, you can tell time just by looking at food stalls which are open. Pagi identik dengan sarapan pecel dan soto ayam, beranjak siang pedagang lontong balap dan bubur madura mulai beredar. Menjelang jam makan siang, giliran penjual rujak, es dawet, dan gado-gado siram yang berjualan. Agak sore sedikit, penjual bakwan malang, mi ayam, dan lontong kupang yang menjajakan dagangannya. Kalau anda lapar di malam hari, ada bakso, nasi goreng atau tahu tek yang bisa menjadi pilihan makan malam.

Bagaimana dengan Jakarta? Selain menu sarapan (buryam dan lonsay) yang cukup identik dengan pagi hari, hampir semua makanan lainnya bisa ditemui sepanjang waktu, dari pagi hingga malam. Mau mi ayam, nasi goreng, nasi uduk, gorengan, nasi bebek, gado-gado sampai nasi bebek ada semuanya. Mau batagor, siomay, atau martabak? Dari siang sampai malam gampang dicari.

Nah, kebiasaan unik apa yang bisa ditemui di tempat tinggalmu?

9 comments

Got something to say?