Nonton Teater di Melbourne

Another late post…

What is the last thing you do when two assignments are begging to be finished?

Procrastinating

Yes, but I’m doing it now.

————————————

Sebagai kota yang tampak sangat mengagungkan kesenian, pertunjukan teater bukanlah sesuatu yang langka di Melbourne. Setiap bulan selalu ada pertunjukan teater yang bisa dinikmati oleh penduduknya. Saya merasa beruntung pernah menikmati salah satunya pada bulan Juni lalu. Acara nonton teater ini merupakan salah satu kegiatan ekskursi yang diadakan oleh pihak kampus untuk mahasiswa baru. Dari beberapa pilihan yang ditawarkan: coffee tour, ke akuarium, nonton AFL, nonton teater, main ice skating, dan panjat dinding; tanpa pikir panjang saya memilih teater. Dan saya nggak menyesal sama sekali.

Pertunjukan teater yang saya tonton berjudul The Witches, didasarkan dari salah satu karya penulis cerita anak-anak, Roald Dahl. Sebagaimana sudah bisa ditebak dari judulnya, kisah ini adalah tentang para penyihir jahat yang tidak menyukai anak kecil dan sedang menyusun rencana licik untuk mengubah semua anak kecil menjadi tikus.

Banyak sekali kejutan yang saya dapatkan saat menonton teater ini. Kejutan pertama, hanya ada satu performer di pertunjukan ini, seorang seniman bernama Guy Edmonds yang sangat brilian menampilkan kebolehannya. Yak, hanya ada satu performer untuk semua karakter yang ada di dalam cerita. Kedua, tidak ada yang namanya kostum. Sepanjang pertunjukan, Edmonds hanya mengenakan pakaian kasual kaus dan celana jins. Ketiga, properti pertunjukan sangat minimalis. Hanya ada peti, kaleng cat, gulungan benang, kain putih dan beberapa benda remeh lainnya.

Menonton The Witch, rasanya seolah kita kembali ke masa kecil, dimana Edmonds adalah seorang anak laki-laki yang kita kenal yang memiliki imajinasi luar biasa di kepalanya, bercerita dan beraksi di depan kawan-kawan dan menggunakan barang-barang yang ada di sekitarnya untuk memperagakan setiap adegan yang diperankannya. Saat menjadi nenek-nenek, Edmonds menggunakan gulungan benang untuk pura-pura merajut, saat melemparkan kuali berisi sup Edmonds cukup menggunakan kaleng cat berisi kepingan kertas hijau. Kotak kayu yang ada di digunakan beberapa kali sebagai panggung mini dan sebagai peti.

Tentu saja, tata suara, cahaya dan panggung dalam pertunjukan ini sangat mendukung. Contohnya saat memperagakan tikus, lampu sorot hanya menyinari tangan Edmonds yang ditangkupkan di lantai. Ukuran teater yang tidak terlalu besar dan jarak antara bangku penonton dengan panggung yang sangat dekat juga membuat penonton seolah ditarik dan larut dalam dunia yang diciptakan di atas panggung sandiwara. Penonton yang kebanyakan anak-anak dan orang tuanya ikut menjerit terkejut bercampur girang saat puluhan mainan tikus tiba-tiba muncul dari bawah bangku, sesaat setelah adegan para penyihir berubah menjadi tikus ditampilkan.

Saya meninggalkan teater dengan sangat terkesan. Sampai sekarang pun saya masih terkagum-kagum, sungguh sebuah pengalaman luar biasa yang suatu saat nanti ingin saya lakukan lagi. Untuk teman-teman yang berencana ke Melbourne dan suka sekali dengan kesenian, saya sangat menyarankan untuk memasukkan teater ke dalam agenda. Nggak akan menyesal, deh 🙂

Sayangnya saya nggak mengambil gambar saat pertunjukan berlangsung. Tidak ada satu penonton pun yang mengambil gambar dengan kamera dan saya jadi ragu-ragu untuk memotret. Gambar-gambar di bawah ini hasil googling semuanya, ditambah video teaser pementasan The Witch di Sidney dari youtube.

————————————

Okay, back to assignment now.

7 comments

  1. How lucky you are O. Huhuhuhuhu. Pengeeeeennn. Ada videonya gak ya di youtube? 😀
    Btw, selamat mengerjakan tugas.. Iya sekarang. Eh sekarang O. *trus diparut*

    Like

Got something to say?